Gibran (Depan paling kiri) bersama tim Markobar |
Kemungkinan besar semua orang tentu mengenal martabak. Ada dua jenis martabak yang umumnya dikenal, martabak roti coklat-keju dan martabak telor. Tetapi, saat ini, para pemain bisnis martabak makin kreatif dan inovatif dengan menampilkan beragam rasa. Salah satunya, martabak delapan rasa yang saat ini sedang happening. Martabak delapan rasa ini berasal dari Solo yang dikenal dengan Markobar alias Martabak Kota Barat.
Bisnis martabak ini berangkat dari tahun 1996 dari tangan seorang anak muda bernama Arif Setyobudi. Saat itu, Arif menjajakan martabak secara kaki lima di pinggir jalan Kota Barat, Solo. Arif terinspirasi pada penjaja martabak di daerah Pecenongan, Jakarta, yang berani menjajal rasa martabak dengan coklat premium.
“Saya menambah rasa coklat yang lain dengan coklat premium. Sampai sekarang, ada 16 topping coklat di martabak ini. Lalu, kami utak-atik dan kemudian saya menemukan martabak atau terang bulan yang penyajiannya tidak dilipat,” kata Arif.
Penemuan ini, menurut Arif, terbilang sebuah kecelakaan. Sejak awal, sambung Arif, dirinya tidak menyukai pizza. Tetapi, setiap melihat iklan pizza, Arif ingin sekali membelinya. Ia terinspirasi dengan cara meyajikan pizza. Lalu, ia mencoba menyuguhkan martabak dengan penyajian seperti pizza tersebut dengan satu topping berbeda di setiap potongnya. Martabak dengan delapan potong dan delapan rasa itu kemudian ia foto dan disebar melalui Twitter. Hasilnya? Banyak orang menginginkannya. Jadilah kemudian martabak delapan rasa yang fenomenal saat ini.
“Saat itu, ingin riset rasa mana yang disukai. Ternyata, delapan rasa ini malah banyak peminatnya. Padahal, risetnya sampai sekarang belum selesai,” katanya.
Dalam perjalananya, bisnis martabak ini akhirnya menarik hati Gibran Rakabuming Raka, Putra Sulung Presiden Jokowi, untuk turut mengelolanya. Gibran mengaku kenal pertama kali dengan Arif melalui Twitter.
Arif menceritakan, dirinya tidak bisa menolak tawaran Gibran karena merasa berutang budi pada Jokowi saat menjabat sebagai walikota Solo yang memperhatikan nasib Pedagang Kaki Lima seperti dirinya.
“Mengapa martabak ini menarik karena memang saya tertarik pada bisnis makanan. Latar belakang saya adalah usaha katering. Target pasar katering saya saat itu adalah orang-orang tua semua yang berusia 50 tahun ke atas, khususnya yang akan mengawinkan anak-anak mereka. Saat itu, saya buta pada pasar anak muda. Di katering, saya bisa memprediksi pasar sesuai pesanan. Kalau martabak ini lebih dinamis. Saya tidak bisa memprediksi akan ada berapa tamu yang akan datang ke sini,” kata Gibran.
Gibran mengaku, mumpung usianya masih muda, ia harus banyak belajar mengelola banyak produk. Lalu, merasa cocok dengan Markobar tersebut dan kemudian percaya diri mengembangkan produk ini. Gibran optimistis bisa mengembangkan martabak ini dengan sentuhan kreatif dan inovatif. “Belum lama ini, kami mengembangkan produk dengan membuat roti bakar. Meski belum kami namai, tapi respons konsumen bagus banget, khususnya di Twitter,” kata Gibran.
Sebagai orang muda yang memiliki jiwa entrepreneur, Gibran mengaku melihat banyak peluang pada bisnis martabak ini. Kala itu, saat Markobar masih dijajakan di kaki lima saja, Gibran melihat omzetnya sudah puluhan hingga belasan juta rupiah. “Itu saja, baru kaki lima. Saya bayangkan saat itu bagaimana kalau martabak ini juga dijual dalam sistem katering dengan volume yang banyak. Saya meyakini pasarnya masih gede banget,” kata Gibran.
Kreatif dan Unik
Markobar boleh dibilang happening pada saat ini. Selain karena sentuhan kreativitas dengan delapan rasa, juga karena memiliki diferensiasi. Gibran menegaskan diferensiasi kuat Markobar terletak pada produknya. Satu loyang dengan delapan rasa topping menjadi bagian dari diferensiasi produk tersebut. Produk ini memungkinkan konsumen bisa menyantapnya ramai-ramai. Gibran menyatakan hampir setiap hari, Markobar melakukan inovasi produk.
“Delapan rasa tersebut kami tentukan setelah melakukan pengamatan pasar, khususnya topping apa saja yang digemari oleh anak-anak muda saat ini. Salah satunya, tren green teayang digemari mereka. Sebab itu, kami mulai menggunakan topping green tea, termasuk untuk minumannya,” katanya.
Untuk segmentasi, Gibran secara umum mengatakan anak muda. Untuk gerai dekat Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), segmennya tentu para mahasiswa. Gerai kaki lima di Kota Barat, segmennya lebih umum, khususnya mereka yang bungkus. Sedangkan, kafe Markobar yang berada di Jalan Sutawijaya, Solo, ini lebih menyasar segmen anak muda yang doyan nongkrong.
Tetapi, uniknya kafe Markobar ini sengaja tidak memasang Wi-Fi. Alasannya, menurut Gibran, biar anak-anak muda ini bisa mengobrol sambil makan martabak, tanpa sibuk dengan gadget mereka masing-masing. Sesuai segmennya, kafe ini juga didesain sendiri oleh Gibran agar memiliki cita rasa muda. Termasuk penataan interior, lukisan dinding, pencahayaan, dan sebagainya.
Untuk branding, Gibran mengaku baru melakukan dua bulan terakhir, dengan membuat logo, warna, dan sebagainya. Gibran menggambar seorang superhero semacam Superman dengan logo M di dadanya. Kafe Markobar dekat Grand Supermal Solo ini belum grand opening. Kata Gibran, sifatnya masih percobaan. “Saya bermimpi Markobar ini nantinya akan menjadi superhero dari Solo. Proses brandingnya bertolak belakang dengan katering ChilliPari karena ini lebih muda banget,” kata Gibran.
Untuk kampanye pemasaran sementara, Gibran mengandalkan Twitter dan Instagram. Sambutannya cukup antusias. Ia mengakui, kedua media sosial ini cukup mumpuni dalam membangun awareness Markobar. Selain konsumen bisa dengan bebas memposting produk, mereka juga bisa saling bercakap-cakap tentang produk dan kafenya. Untuk urusan media sosial ini, Gibran menunjuk dua orang untuk mengelola mention. “Untuk sementara, kami fokus lebih dulu di produk. Sementara, yang menggarap promosi justru dari konsumen kami. Semua lebih bersifat dari mulut ke mulut,” katanya.
Media sosial juga dimanfaatkan oleh Gibran untuk membangun co-creation bersama pelanggan. Banyak ide dan masukan dari pelanggan yang ditujukan untuk pengembangan produknya.
Selain menggunakan media sosial, Gibran juga memanfaatkan momentum ketika menghadiri aneka seminar. Acara-acara ini dijadikan ajang bagi Gibran untuk mempromosikan Markobar – termasuk ajang mencicipi produk martabak unik tersebut.
“Bahkan, saya rutin berkunjung ke kafe ini saat banyak pengunjung. Tak jarang, pengunjung ingin foto bareng saya dan mem-publish-nya di media sosialnya. Ini juga bisa menjadi promosi tersendiri,” katanya.
Gibran juga tidak takut produk martabaknya akan ditiru oleh pemain lain. Dia mengaku bersyukur bila semakin banyak orang mengedukasi konsumen tentang martabak model ini. Namun, Gibran optimistis jenis roti, tepung, gula yang digunakan tidak bisa ditiru oleh orang lain. Menurutnya, ada komposisi yang tidak bisa ditiru oleh pihak lain.
Berani Ambil Risiko
Berani melangkah dan mengambil risiko diamini oleh Gibran sebagai kunci untuk membesarkan Markobar. Seperti halnya, ketika Markobar masih mengandalkan kaki lima untuk meraih peruntungan di sana. Pasti, sambung Gibran, penuh risiko.
“Semua harus risk taking dan punya keyakinan bisa berhasil. Dan, dari dulu sampai sekarang, saya masih memakai uang bank. Inilah yang justru menguatkan motivasi saya,” kata Gibran.
Optimisme Gibran untuk menggarap bisnis martabak ini juga ditandai dengan rencananya untuk melakukan ekspansi ke luar Solo. Ada beberapa kota yang sudah diincar untuk diekspansi dalam waktu dekat, yakni Jogja, Semarang, Jakarta, Bandung, Malang, dan Surabaya. Ekspansi ini direncanakan dilakukan per dua bulan agar ada waktu untuk mempersiapkan tempat dan sumber daya manusianya. Tentu, hal ini juga akan menambah sumber daya manusia yang saat ini sudah berjumlah 30 orang.
Banyak pemilik mal yang mengajak Gibran untuk membuka gerai Markobar di malnya. Tetapi, Gibran masih menolak dan memilih membuka gerai sendiri. Padahal mereka berani menggratiskan gerai tersebut untuk Markobar.
Untuk omzet, meskipun tidak mau menyebut angka pastinya, Gibran mengatakan tiap hari bisnis martabaknya selalu profit dan terus naik. Baginya, sebelum menuju profit, yang paling penting bagi bisnis adalah keberanian mengeksekusi.
“Dari dulu, saya selalu untuk menjalankan bisnis, janganlah terlalu banyak wacana. Tidak sibuk dengan proposal atau business plan. Yang penting, langsung jalankan saja. Tidak takut pada bayang-bayang rugi karena hanya akan membuat kita tak bisa menjalankan bisnis,” pungkas Gibran.
sumber : marketeers.com
Komentar
Posting Komentar