Jomblo Lifestyle

sumber gambar : babesajabu.wordpress.com
Jomblo di masa lalu adalah sebuah aib memalukan. Namun sekarang, ia menjadi sebuah simbol sosial yang keren, cool, awasome. Saya nggak tahu kenapa bisa demikian. Mungkin ini yang disebut jaman edan. Semua serba kebolak-balik.

Ketika sebuah bangsa makin maju. Ketika masyarakatnya makin makmur. Dan ketika pola kehidupannya kian industrial-urban, maka kecenderungan mereka untuk tidak menikah menjadi kian besar. Di negara tetangga Singapura misalnya, satu dari lima warganegaranya ogah menikah dengan alasan macam-macam: mengejar karir, menghindari beban ekonomi yang berat, nggak mau repot, hingga alasan lifestyle. Seperti Singapura, di negeri ini jumlah jombloers pun kian merangkak naik.

Lifestyle
Bakal maraknya jombloers di Indonesia tak lepas dari revolusi kelas menengah yang memicu mobilitas sosial massif selama sekitar lima tahun terakhir. Saya sering mengatakan masyarakat kelas menengah memiliki tiga ciri. Mereka memiliki daya beli yang makin tinggi, knowledgeable, dan socially-connected. Mobilitas sosial ini menciptakan pergeserangaya hidup rural-agraris-tradisionalis menjadi urban-industrialist-modern.

Data BPS tahun 2010 mengatakan, usia kawin pertama (UKP) masyarakat kita adalah 22,3 tahun untuk wanita dan 25,7 untuk laki-laki. Coba bandingkan dengan UKP orang tua kita dahulu yang rata-rata sudah menikah di bawah usia 20 tahun. Tak bisa dipungkiri, merangkak naiknya UKP ini adalah buah dari pendidikan dan naik knowledgeability mereka.

Yang saya amati, naiknya sikap menunda perkawinan dan menjomblo kini tak hanya dipengaruhi faktor rasional (faktor ekonomi, umur, karir, kesiapan mental) berkat naiknya knowledgeability mereka. Sikap menjomblo ini kini juga mulai dipengaruhi oleh faktor koneksi sosial (social connection), dimana siapa kita di mata kolega, teman, komunitas, dan lingkungan kita menjadi demikian penting.

Masyarakat kelas menengah kita makin socially-connected yang didorong oleh pertumbuhan media sosial dimana eksis, narsis, ekspresi diri, dan pencitraan menjadi sesuatu yang penting dan bermakna. Ketika mereka semakin socially-connected, maka fenomena menjomblo memasuki babakan baru dimana alasan menjomblo tak lagi sebatas rasional-fungsional, tapi mulai memasuki ranah emosional-sosial. Menjomblo adalah sebuah pernyataan dan penanda identitas diri. Bahkan sikap menjomblo menjadi alat ekspresi diri dan pencitraan. Hasilnya, kini menjomblo bermetamorfse menjadi sebuah gaya hidup (lifestyle) yang keren, cool, dan awasome.

Hot Topic
Kalau dulu obrolan mengenai jomblo merupakan aib bagi empunya, maka kini sebaliknya, menjadi topik pembicaraan yang begitu atraktif. Di media sosial kini banyak kita temuai ekspresi kreatif dalam bentuk meme terkait jomblo. Meskipun ceritanya satire, isu jomblo menjadi cerita unik yang hangat diperbincangkan di ranah maya. Bahkan, ada beberapa blog yang secara serius menggarap isu jomblo.

Saking hot-nya, terkadang status jomblo menjadi sasaran empuk di lini masa sebagai objek sindiran dan satire yang justru mengasyikan. Hal atau momen apapun kerap dikait-kaitkan dengan jomblo. Contohnya saat 17 Agustus lalu, para netizen sibuk buat meme di media sosial mengenai lomba 17 Agustusan yang paling cocok untuk jomblo. Saking menariknya, meme ini sempat jadi trending topic di media sosial. Inilah fenomena isu tentang jomblo sangat menarik banyak orang.

Dalam beberapa tahun terakhir, kata galau dan galauers yang bisa menggambarkan pergumulan batin seorang jomblo menjadi sebuah magic word yang diminati untuk diperbincangkan. Beberapa situs secara cukup serius mengangkat isu seputar jomblo dan membangun komunitas jombloers. Situs ini mencoba membangun identitas, kepercayaan diri, dan kebanggaan di kalangan anggotanya. Jomblo.com misalnya, menebarkan ungkapan motivatif di front page-nya dengan kata-kata seperti: Jadikan hidupmu lebih positif, terhubung selalu dengan temanmu, dan buat hidupmu lebih berwarna.

Biro Jodoh Laris Manis
Dari sisi industri, saya melihat industri yang menyasar segmen jomblo secara khusus sedang booming di Tanah Air. Contohnya adalah bisnis biro jodoh atau mak comblang (matchmaker) dan konsultasi kepribadian untuk soal cinta. Fenomena banyaknya biro jodoh ini baru terjadi sekitar lima tahun terakhir. Ketika ekonomi sudah mapan, daya beli meningkat, tapi kesempatan dan keahlian menggaet calon pasangan hidup tak memadai, maka kelas menengah pun butuh biro jodoh. Coba kita tengok bagaimana banyaknya kantor biro jodoh profesional di Jakarta dan situs biro jodoh online.

Bisnis biro jodoh ini tumbuh luar biasa, seiring besarnya pula populasi jomblo di negeri ini. Kini mulai banyak orang yang memiliki lisensi matchmaker dari Amerika Serikat atau Eropa. Hitman System misalnya, adalah sebuah perusahaan relationship coach untuk percintaan. Hampir setiap bulan, Hitman System kerap membuat event seminar atau workshop untuk para jomblo. Saking hot-nya industri perjombloan, artis Christian Sugiono yang dikenal memiliki situs www.malesbanget.com pun kini membuka layanan biro jodoh online www.setipe.com.

Saking hot-nya bisnis perjombloan ini, beberapa biro jodoh membuka layanan biro jodoh untuk segmen muslim. Mereka mempertemukan pasangan sesama muslim. Contohnya adalah biro jodoh online www.syifa.com dan www.jodohislam.net. Selama ini, masyarakat muslim yang taat terhadap ajaran agamanya akan cenderung memilih pasangan hidupnya yang sama. Ini adalah niche market, sehingga model platform mencari pasangannya pun berbeda.

Seiring maraknya populasi jombloers di Indonesia, pasar jomblo akan kian moncer. Yuk marketer!!! Action now, or never bergerak sekarang juga, atau Anda nggak akan dapat apa-apa.

sumber : yuswohady.blogdetik.com

Komentar

Posting Komentar