Bercengkrama dengan Kedamaian

Di dunia pengambilan keputusan, ada sebuah faktor yang kelihatannya kecil tapi berpengaruh besar terhadap aliran kehidupan kemudian, faktor itu bernama waktu. Bila waktunya salah, setepat apa pun keputusannya, kehidupan bisa bubar. Jika waktunya tepat, sesalah apa pun keputusannya, kemungkinan selamatnya tinggi.

Pertanyaannya kemudian, bagaimana seseorang tahu kalau waktunya tepat atau tidak? Belajar dari perjalanan spiritual samurai tersohor Miyamoto Musashi, di dalam diri manusia penuh dengan tanda-tanda yang bisa dibaca. Sedihnya, sangat sedikit ada manusia di zaman ini yang membaca tanda-tanda di dalam.

Dan kapan saja di dalam terasa tenang, damai, bebas dari ketakutan, itulah waktu paling tepat untuk mengambil keputusan penting dalam kehidupan. Sebagaimana dialami banyak penekun spiritual tingkat tinggi, begitu keputusan diambil dalam ketenangan sempurna, berikutnya banyak hal-hal yang di luar dugaan muncul sebagai kondisi yang mendukung.

Suatu hari Mahatma Gandhi sudah siap memimpin demonstrasi besar berjumlah ribuan orang untuk memprotes penjajah Inggris soal garam. Tapi begitu siap berangkat demonstrasi, Gandhiji melihat ada kemarahan di dalam dirinya. Oleh karena itu, beliau memilih meditasi dibandingkan demonstrasi.

Sementara ribuan pendukungnya sudah siap mendukung demonstrasi di luar, pria kurus sekaligus sederhana ini duduk hening dalam meditasi, memberi jarak yang sama pada semua emosi yang datang, tersenyum pada semua berkah kekinian yang datang.

Dalam bahasa meditasi, sadari tubuh sebagai tubuh bukan sebagai diri Anda. Sadari perasaan sebagai perasaan bukan sebagai diri Anda. Sadari pikiran sebagai pikiran, bukan sebagai diri Anda. Sadari obyek pikiran sebagai obyek pikiran, bukan sebagai diri Anda. Ini kerap disebut sebagai empat tiang kesadaran.

Tatkala Mahatma Gandhi yakin dirinya tenang, seimbang, bebas dari kemarahan, di sana beliau langsung turun memimpin demonstrasi. Dan sejarah sudah mencatat, bahkan tentara terkuat di dunia saat itu (baca: penjajah Inggris) harus angkat kaki dari India.

Pelajarannya sederhana, ketenangan dan kedamaian serupa alamatnya jiwa di dalam. Begitu jiwa berumah damai di dalam, banyak hal di luar dugaan bisa muncul untuk mendukung perjalanan kehidupan kemudian. Sayangnya, di zaman ini banyak jiwa yang bernasib mirip dengan anak-anak tersesat yang tidak tahu rumahnya di mana.

Sebagai akibatnya, di rumah salah, di kantor penuh musibah. Tidak kebayang bagaimana wajah keputusan orang-orang seperti ini. Itu sebabnya, sangat-sangat dianjurkan kepada banyak sahabat untuk bersentuhan dengan kedamaian di dalam.

Dalam bahasa sederhana namun mendalam, apa pun berkah kekiniannya, ingat selalu menerima, mengalir dan tersenyum. Terutama karena semua gerakan kehidupan adalah tarian kesempurnaan yang sama. Inilah yang disebut dengan bercengkrama dengan kedamaian. Di titik seperti ini, pengambilan keputusan jadi mudah dan indah.

source : gedeprama.blogdetik.com

Komentar